Penyerangan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai pada 7 Desember 1941 oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang membawa Amerika Serikat masuk ke dalam Perang Dunia ke-2. Pada serangan udara yang mengejutkan tersebut tercatat 21 kapal AL Amerika Serikat rusak atau tenggelam. Diantaranya 8 kapal tempur (battleship) dengan 4 diantaranya tenggelam. Selain itu 3 kapal penjelajah (cruiser), 4 kapal perusak (destroyer), dan 6 kapal pendukung militer lainnya rusak atau tenggelam. Tiga hari kemudian, kembali terjadi serangan udara oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap Kapal Tempur (battleship) milik Inggris "Prince of Wales" dan Kapal Penjelajah Tempur (battlecruiser) "Repulse" yang tengah berlayar dari pelabuhan Singapura menuju pantai Malaya Timur dan Utara (saat ini Malaysia). Serangkaian serangan udara yang dilakukan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang ini memiliki tujuan agar Jepang leluasa dalam melakukan ekspansi teritorialnya di Asia khususnya Asia Tenggara.
Indonesia pun yang saat itu masih bernama Hindia Belanda tidak luput dari target ekspansi militer yang dilakukan oleh Tentara Kekaisaran Jepang di wilayah Asia Tenggara. Salah satu tujuan utama ekspansi militer Jepang ke Indonesia ialah untuk menguasai sumber daya alam seperti minyak dan karet. Atas keberhasilan militer Jepang menghancurkan kapal-kapal perang besar milik Tentara Sekutu di Pearl Harbor dan di wilayah Singapura, memudahkan rencana mereka untuk melakukan invasi dan pendaratan pasukan di wilayah Asia Tenggara khususnya di daratan Indonesia. Namun saat itu, Tentara Sekutu masih memiliki beberapa kapal perang yang belum dihancurkan yaitu terdiri dari kapal-kapal perang milik Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda (jenis heavy cruiser, light cruiser, dan destroyer) yang mengawal dan menjaga wilayah laut Indonesia.
Rencana Pendaratan Pasukan Jepang di Indonesia
Menarik apabila kita mengetahui seorang Laksamana asal Jepang yang bernama Takeo Kurita, yaitu Laksamana yang memimpin pendaratan pasukan-pasukan Jepang di wilayah Asia Tenggara. Hal yang menarik adalah ketika Laksamana Takeo Kurita merencanakan serangan ke wilayah Asia Tenggara khususnya di daratan Indonesia dalam bulan Januari-Februari 1942. Rencana serangan tersebut jika dilihat dari peta bumi, sebagaimana P.K. Ojong di dalam bukunya mengutip buku S. E. Morison yang berjudul "The Rising Sun in the Pacific", tergambarlah jelas bahwa rencana serangan tersebut seperti bentuk hewan laut gurita. Rencana serangan tersebut berawal dari Laut Cina Selatan dan Davao, Filipina. Western Octopus (dari Laut Cina Selatan) dan Eastern Octopus (dari Davao, Filipina) adalah istilah yang digunakan Morison di dalam bukunya untuk menjelaskan gerakan rencana serangan tersebut. Western dan Eastern Octopus ini bertujuan akhir untuk mengepung dan menguasai Pulau Jawa.
Kesuksesan Pendaratan Pasukan Jepang di Indonesia
Pada akhirnya, rencana serangan dan pendaratan pasukan Jepang (Western & Eastern Octopus) di daratan Indonesia yang dipimpin oleh Laksamana Takeo Kurita dapat berjalan sangat sukses. Pasukan Jepang masuk ke daratan Indonesia melalui Tarakan, Balikpapan, Palembang, dan pulau-pulau lainnya serta pada puncaknya melakukan pendaratan di Pulau Jawa. Sebelum pendaratan Tentara Jepang di Pulau Jawa, sempat terjadi pertempuran di Laut Jawa antara AL Tentara Jepang dan AL Tentara Sekutu. AL gabungan Tentara Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Belanda) yang menjaga wilayah laut Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda tidak dapat memenangi pertempuran Laut Jawa. Dua belas kapal perang Tentara Sekutu dihancurkan dan ditenggelamkan di Laut Jawa oleh AL Jepang sedangkan empat kapal perang Tentara Sekutu berhasil melarikan diri ke Australia. Laksamana Muda (Laksda) asal Belanda yaitu Karel Doorman turut gugur dan tenggelam bersama kapalnya yang bernama "De Ruyter" (jenis penjelajah ringan - light cruiser) ketika mempertahankan Pulau Jawa. Pihak AL Tentara Jepang sendiri hanya mengalami kerugian satu kapal jenis perusak (destroyer) yang mengalami kerusakan dan empat kapal pengangkut pasukan tenggelam saat pertempuran Laut Jawa itu terjadi.
Referensi Bacaan :
Ojong, P.K. 2004. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas (hal. 6-16)
Referensi Gambar :
Gambar 1 - Ojong, P.K. 2004. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas (hal. 7)
Gambar 2
Indonesia pun yang saat itu masih bernama Hindia Belanda tidak luput dari target ekspansi militer yang dilakukan oleh Tentara Kekaisaran Jepang di wilayah Asia Tenggara. Salah satu tujuan utama ekspansi militer Jepang ke Indonesia ialah untuk menguasai sumber daya alam seperti minyak dan karet. Atas keberhasilan militer Jepang menghancurkan kapal-kapal perang besar milik Tentara Sekutu di Pearl Harbor dan di wilayah Singapura, memudahkan rencana mereka untuk melakukan invasi dan pendaratan pasukan di wilayah Asia Tenggara khususnya di daratan Indonesia. Namun saat itu, Tentara Sekutu masih memiliki beberapa kapal perang yang belum dihancurkan yaitu terdiri dari kapal-kapal perang milik Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda (jenis heavy cruiser, light cruiser, dan destroyer) yang mengawal dan menjaga wilayah laut Indonesia.
Rencana Pendaratan Pasukan Jepang di Indonesia
Menarik apabila kita mengetahui seorang Laksamana asal Jepang yang bernama Takeo Kurita, yaitu Laksamana yang memimpin pendaratan pasukan-pasukan Jepang di wilayah Asia Tenggara. Hal yang menarik adalah ketika Laksamana Takeo Kurita merencanakan serangan ke wilayah Asia Tenggara khususnya di daratan Indonesia dalam bulan Januari-Februari 1942. Rencana serangan tersebut jika dilihat dari peta bumi, sebagaimana P.K. Ojong di dalam bukunya mengutip buku S. E. Morison yang berjudul "The Rising Sun in the Pacific", tergambarlah jelas bahwa rencana serangan tersebut seperti bentuk hewan laut gurita. Rencana serangan tersebut berawal dari Laut Cina Selatan dan Davao, Filipina. Western Octopus (dari Laut Cina Selatan) dan Eastern Octopus (dari Davao, Filipina) adalah istilah yang digunakan Morison di dalam bukunya untuk menjelaskan gerakan rencana serangan tersebut. Western dan Eastern Octopus ini bertujuan akhir untuk mengepung dan menguasai Pulau Jawa.
Gambar 1. Peta Strategi Laksamana Takeo Kurita: Gurita Timur (Eastern Octopus) |
Gambar 2. Laksamana Takeo Kurita |
Kesuksesan Pendaratan Pasukan Jepang di Indonesia
Pada akhirnya, rencana serangan dan pendaratan pasukan Jepang (Western & Eastern Octopus) di daratan Indonesia yang dipimpin oleh Laksamana Takeo Kurita dapat berjalan sangat sukses. Pasukan Jepang masuk ke daratan Indonesia melalui Tarakan, Balikpapan, Palembang, dan pulau-pulau lainnya serta pada puncaknya melakukan pendaratan di Pulau Jawa. Sebelum pendaratan Tentara Jepang di Pulau Jawa, sempat terjadi pertempuran di Laut Jawa antara AL Tentara Jepang dan AL Tentara Sekutu. AL gabungan Tentara Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Belanda) yang menjaga wilayah laut Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda tidak dapat memenangi pertempuran Laut Jawa. Dua belas kapal perang Tentara Sekutu dihancurkan dan ditenggelamkan di Laut Jawa oleh AL Jepang sedangkan empat kapal perang Tentara Sekutu berhasil melarikan diri ke Australia. Laksamana Muda (Laksda) asal Belanda yaitu Karel Doorman turut gugur dan tenggelam bersama kapalnya yang bernama "De Ruyter" (jenis penjelajah ringan - light cruiser) ketika mempertahankan Pulau Jawa. Pihak AL Tentara Jepang sendiri hanya mengalami kerugian satu kapal jenis perusak (destroyer) yang mengalami kerusakan dan empat kapal pengangkut pasukan tenggelam saat pertempuran Laut Jawa itu terjadi.
Referensi Bacaan :
Ojong, P.K. 2004. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas (hal. 6-16)
Referensi Gambar :
Gambar 1 - Ojong, P.K. 2004. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas (hal. 7)
Gambar 2
Komentar
Posting Komentar